Selasa, 10 Mei 2011

Sedia Sistem Sebelum Macet

Muladi Wibowohttp://harianjoglosemar.com
Kota Solo telah mampu menunjukkan watak dinamis dalam mengembangkan moda transportasi perkotaan. Keberadaan bus tingkat Werkudara, Batik Trans Solo (BTS), Sepur Kutuk Jaladara, dan lain-lain menunjukkan berbagai upaya parsial dari Pemerintah Kota (Pemkot) Solo dalam memberikan kenyamanan bagi warga kota dan siapa pun yang berkunjung ke kota ini. Namun demikian secara faktual, berbagai program itu belum mampu menjawab kegelisahan publik atas potensi kemacetan Kota Solo di masa mendatang. Saat ini di beberapa titik di Kota Solo telah terjadi kemacetan yang cukup mengganggu para pengguna jalan.


Baru-baru ini langkah alternatif mulai dirancang Pemkot Solo, mulai dari larangan penggunaan sepeda motor bagi anak ke sekolah, imbauan penggunaan sepeda, pengembangan jalur satu arah dan terakhir rencana pergeseran jam masuk sekolah guna mengatasi kemacetan pada waktu-waktu tertentu. Kebijakan dan alternatif solusi yang dilakukan itu merupakan bagian dari manajemen transportasi yang hanya akan mengatasi persoalan transportasi secara parsial dan jangka pendek. Belum dilihat pula aspek psikologisnya bagi para pelajar.
Hal ini merupakan fenomena perkotaan yang memberi indikasi kuat perlunya membuat kebijakan dan program strategis yang mampu menciptakan suatu sistem transportasi perkotaan yang efisien, andal, dan modern. Perlu ditetapkan suatu kebijakan dan program strategis yang mendasar dari transportasi perkotaan dilatarbelakangi juga oleh fakta yang ada, bahwa transportasi perkotaan di Indonesia, termasuk sistem angkutan umumnya, sampai saat ini masih berada di persimpangan jalan. Artinya, belum ada acuan baku dan sahih ke arah mana akan dikembangkan. Hal ini terutama disebabkan belum tersedianya suatu kebijakan alur utama yang lugas, yang dapat menciptakan sistem transportasi kota yang efisien, andal, dan modern.
Kota Solo telah memiliki kearifan nyata dalam menyiapkan tantangan masa depan secara parsial. Mengapa secara parsial? Karena pertama, dari langkah nyata yang dilakukan secara konkret telah memberikan alternatif kepada publik, namun  belum memiliki kebijakan strategis modal transportasi perkotaan yang komprehensif. Walikota Solo mengatakan, pengadaan beberapa jenis angkutan umum yang sudah dan akan dimanfaatkan warga Solo seperti BST dan railbus merupakan antisipasi kemacetan yang bisa terjadi di masa mendatang. Hal ini sambil membentuk pola pikir masyarakat agar mau menggunakan angkutan umum. Kedua, belum ada upaya nyata dari jajaran birokrasi Pemkot Solo yang mencerminkan contoh perilaku konkret dalam mendukung kebijakan tersebut. Misalnya, berapa persen staf Pemkot Solo yang menggunakan BST untuk pergi dan pulang kantor? Berapa persen yang aktif memanfaatkan car free day? Berapa yang aktif bike to work?
Ketiga, belum jelasnya grand design yang menunjukkan adanya kebijakan nyata guna menyiapkan sarana jalan yang memadai. Keempat, belum adanya kebijakan investasi konkret yang bisa diakses publik dalam pengadaan sarana pendukung transportasi yang memadai. Keenam, kebijakan yang tidak konsisten dalam pengembangan sistem pengelolaan sarana pendukung transportasi.
Ketujuh, belum ada langkah terobosan berarti dalam pembagian fungsi setiap koridor dan jalan arteri. Konsep pengembangan citywalk justru tidak menopang terhadap konsep penggunaan sepeda dalam car free day. Kedelapan, kebijakan perparkiran dan fungsi trotoar yang belum mendukung peningkatan sarana transportasi yang memadai.  
Transportasi Berimbang
Mobil pribadi masih tetap akan menjadi moda angkutan penumpang yang dominan di waktu mendatang. Populasi pergerakan mobil pribadi yang begitu besar di daerah perkotaan  ditambah dengan pola angkutan umum yang masih tradisional, masih akan menimbulkan biaya sosial sangat besar akibat waktu tempuh terbuang percuma, pemborosan bahan bakar minyak, depresiasi kendaraan yang terlalu cepat, kecelakaan lalu lintas, hilangnya opportunity cat, timbulnya stres, meningkatnya polusi udara, dan kebisingan. Berdasarkan data Studi Saumaja yang dilakukan pada 1995, mengindikasikan adanya kerugian ekonomi berupa biaya sosial yang timbul akibat kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta sebesar 900 juta dolar AS per tahun, yang terdiri dari sekitar 65 persen kerugian waktu tempuh kendaraan pribadi, 26 persen kerugian waktu tempuh penumpang bus kota, serta 9 persen kerugian akibat peningkatan biaya operasi kendaraan. Hal ini dalam jangka panjang akan memberikan potensi efek yang sama bagi kota lainnya, termasuk Kota Solo.
Dipandang dari sisi rasio jalan dengan lahan kota, selain kewajiban membangun jaringan jalan baru, jembatan layang, jalan bebas hambatan hanyalah salah satu dari alternatif tindakan. Karena selain sangat mahal, hal itu tidak akan menghilangkan kemacetan masif oleh karena adanya cadangan lalu lintas kendaraan yang terbangkitkan. Kendaraan selalu siap menunggu dan mengisi setiap jengkal kapasitas ruang jalan yang diberikan oleh fasilitas baru tersebut dan dalam waktu singkat membuat kemacetan baru. Perencanaan dan kebijakan transportasi kota oleh karenanya harus berubah, yakni dari pendekatan membangun sistem prasarana (supply side) menjadi pendekatan manajemen dan efisiensi sistem (demand side).
Paradigma baru ini berpegang kepada prinsip Manajemen Sistem Transportasi (MST) dan bertujuan mencari keseimbangan antara sistem angkutan umum yang mewakili pergerakan manusia di kota, dengan sistem jalan raya yang mewakili pergerakan kendaraan pribadi. Artinya, selain sistem jaringan jalan kota yang memadai bagi pergerakan angkutan pribadi, kota yang efisien juga harus mampu menyediakan sistem angkutan umum massal yang secara efisien dan andal mampu mengangkut orang dalam jumlah besar dan dalam waktu relatif singkat.
Pendekatan manajemen sistem transportasi perkotaan menghendaki dibangunnya sistem transportasi kota yang berimbang . Hal ini bertujuan menciptakan keseimbangan pergerakan orang dan kendaraan di kota dengan membangun keseimbangan antara sistem angkutan umum dan sistem jalan raya. Keberadaan sarana transportasi massal hanya salah satu dari pendekatan yang sudah seharusnya dilakukan Pemkot. Penyelesaian permasalahan transportasi kota tidak terletak pada salah satu sistem, namun pada keseimbangan sistem yang diatur oleh manajemen profesional, institusi yang modern, serta skema finansial yang berimbang antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sektor swasta.
Kota Solo harus menyiapkan satu sistem transportasi kota yang berimbang, yang melibatkan seluruh potensi kota sebagai basis kajian utama dalam menyusun konsep pengembangan dan kebijakan strategis di bidang transportasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar